MY LOOKS
MY BODY
MY LIFE
WHAT'S NOW
I AM FAST 3000
SOFTEX FOR UNICEF
FIRST PERIOD
PRODUCT
My Life
MY LIFE

Budaya Basa Basi Bikin Sakit Hati

budaya-basa-basi-bikin-sakit-hati

“Wah, kok gemukkan nih sekarang?”

“Sampe sekarang masih betah nge-jomblo aja sih”

“Kapan lulus? Mau jadi mahasiswa abadi?”

 

Sering dapet pertanyaan basa basi di atas? Well, you are not alone. Sebenarnya nggak ada yang salah dengan budaya basa basi. Budaya basa basi itu bagus buat ice-breaker ketika kita ketemu sama orang baru atau ketemu sama orang yang udah lama banget nggak ketemu buat memperlancar komunikasi.

Mengutip dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), basa basi merupakan sebuah term yang merujuk pada ‘berlaku dengan sopan’. Dengan adanya basa-basi, sebenarnya bisa menonjolkan keramahan dan kesopanan seseorang, menyenangkan hati tiap orang yang terlibat di dalamnya, dan ini berlaku di seluruh dunia walaupun bentuknya bisa berbeda-beda.

Tapi makin ke sini, basa basi malah jadi alat yang  justru melanggar kesopanan dan nggak jarang bikin sakit hati. Berbagai pertanyaan nggak penting, bahkan yang terlalu pribadi dan sensitif sering diutarakan demi terjadinya obrolan. Nggak cuma sekadar bertanya, basa-basi justru jadi ajang buat bertanya yang berujung pada judgement, komentar, bahkan bahan obrolan (aib) ke orang lain. Dari sini, keliatan banget kan kalau basa basi masa kini makin jauh dari konteks kesopanan yang dijabarkan KBBI?

 

budaya-basa-basi-bikin-sakit-hati

BASA BASI APA INTEROGASI?

Sadar atau nggak, pertanyaan yang diniatkan buat basa basi justru sebenarnya bukan hal yang tepat untuk ditanyakan. Walaupun niatnya cuma bercanda, kadang kalimat-kalimat “kok gendutan sih?”, “kapan lulus?”, “gaji berapa?”, “kapan nikah?”, “Anaknya baru satu?” mungkin jadi contoh dari berbagai pertanyaan basa basi yang kadang bikin kita mengerenyitkan dahi. Padahal kalau dipikir-pikir, pertanyaan semacam itu memberikan tekanan sendiri kepada yang ditanya.

Pertanyaan atau pernyataan yang mengomentari fisik bisa bikin seseorang jadi nggak pede dan erat kaitannya dengan body shaming. Begitu juga dengan pertanyaan achievement seseorang seperti kelulusan, menikah, atau punya anak, ketika posisinya kita sebagai penanya nggak pernah tau apa struggle yang dialami oleh lawan bicara kita. Seperti yang dialamin salah satu Happy Females yang menderita vagina buntu, yang terus menerus "dibasa basiin" kapan punya anak. Makanya nggak jarang, pertanyaan yang kelihatannya ringan di mulut kita untuk berbasa basi, bisa jadi pemicu lain untuk orang yang ditanya. Ada yang mungkin senang ditanya atau dikomentari, tapi nggak sedikit juga dari kita yang justru kesel dan kepikiran kalau ditanya hal-hal sensitif dan sifatnya pribadi.

 

NGGAK CUMA DI KEHIDUPAN NYATA, TAPI JUGA DI DUNIA MAYA NGGAK LEPAS DARI BASA BASI BIKIN SAKIT HATI INI

Yup. Jangan salah, basa basi ini juga terjadi di dunia maya, bahkan karena nggak ketemu langsung jadi basa basi-nya bisa lebih nggak ngenakin bahkan jadi terdengar menyindir. Yang paling sering terjadi adalah body shaming chat yang bisa kamu baca lebih lengkap di artikel “STOP BODY SHAMING CHAT!”

 

 budaya-basa-basi-bikin-sakit-hati

BOLEH BASA BASI, ASALKAN...

Basa basi tanpa menyinggung privasi

Penulis buku Eat Pray Love, Elizabeth Gilbert dalam bukunya pernah bercerita banyak tentang betapa berbedanya basa basi orang Indonesia dengan negaranya. Walaupun ia akhirnya memaklumi dengan alasan budaya, pertanyaan semacam “mau ke mana?”, “dari mana?”, dan “udah menikah belum?” aja menurutnya merupakan privasi dan nggak dihitung sebagai basa-basi. Nah, kebayang kan gimana perasaan orang pas ditanya hal pribadi yang seharusnya nggak ditanya seperti “Kapan punya anak?”, “udah manager kok masih naik motor?”, dan sebagainya.

Kalau salah satu aja nggak nyaman dengan obrolan yang tercipta, berarti basa basi yang tadinya dipakai buat mencairkan suasana udah gagal total. Tapi apa ini artinya kita nggak boleh basa basi? Ya tentu aja masih boleh, cuma harus bisa menahan dan kembali ke konteks awal, menunjukkan kesopanan dan mencairkan suasana.

Jadi, untuk pertanyaan yang cuma buat memuaskan ke-kepoan kita terhadap pribadi seseorang seperti “kapan nikah?”, “kapan punya momongan”, atau “berapa gaji kerja di sana?” sebaiknya nggak perlu di tanya. Karena balik lagi, buat apa kita menanyakan hal yang sebenarnya bukan porsinya kita untuk bertanya?

 

Basa basi yang bikin happy

Mau di negara manapun, ngobrol dengan siapapun, budaya basa basi harusnya ngejadiin komunikasi terasa menyenangkan, baik itu untuk penanya maupun yang ditanya. Nggak bersifat merendahkan atau membandingkan seseorang dengan orang lain.

Caranya gini, ganti kalimat basa basi yang berkesan dan terdengar negatif ke pertanyaan yang lebih positif. Kalo kita nggak tahu apakah kalimat tersebut positif atau negatif, coba tanyain ke diri sendiri, kalo misalnya kita ditanya kayak gitu perasaan yang muncul senang atau kesal?

Misalnya nih, komentar “kok lo gendutan sih sekarang?!” bisa diganti jadi “wah penampilan kamu beda, abis nyalon ya?” Atau “Bajunya lucu ih, beli di mana?” Contoh lainnya kalo mau bertanya seputar akademik bisa bilang “katanya udah mau ujian/semester akhir ya? Semangat!”

Kalo komentar basa basinya kayak gini kan jadi kedengaran lebih menyenangkan kan? Dan dari situ kita bisa ngelanjutin ke topik lainnya. Topik basa basi bisa seputar nanyain kabar, muji penampilan, hobi atau aktivitas apa yang lawan bicara lagi interest akhir-akhir ini, dan lain sebagainya.

 

Komentar membangun, bukan kepo, apalagi menjatuhkan

Ada sebuah quote populer di internet yang bilang “you shouldn’t point out things about people’s appearances if they can’t fix it in ten seconds”. Dan ini bener banget, boleh banget mengomentari tampilan orang dengan maksud untuk memperbaiki atau menjadikan dia lebih baik, misalnya “eh ada cabe tuh di gigi”, atau “retsleting lo turun” justru bakal membantu orang untuk memperbaiki penampilannya. Tentu aja bukan dengan nada keras yang justru bikin seseorang malu ya!

Tapi kalau komentar “duh gendut banget sih?”, “baju lo nggak banget deh”, atau komentar fisik orang dalam hal apapun yang nggak bisa diubah secara instan, baiknya kita diam saja.

 

KALAU KITA KORBANNYA?

Walaupun kita udah berhati-hati, basa basi yang ‘menyakitkan’ kadang emang nggak bisa dihindari, terutama dari lawan bicara kita sendiri. Tapi tenang, banyak hal yang bisa kita lakukan supaya nggak emosi saat harus menjawab atau menanggapi basa basi yang beneran basi:

Twist dengan kalimat yang positif. Kalau kita selalu dikomentari fisik, kita bisa mengalihkannya dengan kalimat yang membangun rasa positif kita sendiri. Misalnya komentar “Kok gemukan sih sekarang?” bisa dijawab dengan “Iya nih, lagi happy banget soalnya, makmur!”. Dengan begitu, basa basi nggak penting bisa terlewat tanpa harus merasa sakit hati.

Arahkan ke cerita sehari-hari. Nggak banyak orang yang bisa melanjutkan basa-basi yang beneran basi ke tingkat selanjutnya karena udah terlanjur malas dan kesal untuk melanjutkannya. Tapi bukan berarti nggak bisa, kalau ada yang komentar “Kapan lulus?”, kita bisa jawab dengan mengalihkan supaya lawan bicara kita yang melanjutkan cerita, seperti “ Dikit lagi kak, dulu kakak skripsinya susah nggak sih?” atau sebagainya.

Akhiri basa basi kalau emang udah nggak nyaman. Mau diusahakan seperti apapun, kalau kita udah nggak nyaman untuk berbasa basi baiknya nggak dipaksakan. Tapi bingung cara mengakhirinya? Kita bisa beralasan untuk ke toilet sebentar, atau beralasan untuk pamit melakukan sesuatu yang berujung mengakhiri obrolan.


Foto: Shutterstock

Prev
Next

Bagikan artikel ke :